
Diyakini bahwa sepasang wanita berhijab dan seorang pria berhubungan seks di sebuah lemari di sebuah toko atau mal. Video mengerikan di dalam loker toko, berdurasi 45 detik, telah menjadi viral dalam beberapa hari terakhir.
Video mengejutkan itu direkam di ruang ganti di CCTV Mall. Namun, hasil pencarian video pasangan berhijab dan orang berlekuk di dalam lemari tidak terjadi di Indonesia.
Namun, rekaman CCTV pasangan yang melakukan kekerasan di ruang ganti toko itu direkam di negara tetangga, yakni Malaysia. Pesta pora dimulai dengan dua wanita dan seorang pria yang dicurigai sebagai sepasang kekasih dan memasuki ruang ganti.
Setelah itu, keduanya terlihat memeriksa sekelilingnya. Mereka kemudian mulai berperilaku tidak bermoral.
Seorang wanita berjilbab berwarna krem dan berkacamata mulai bermesraan dengan seorang pria berkemeja merah bata. Keduanya terlihat melakukan aksi mesum yang viral di media sosial, Twitter, Tiktok, Telegram dan Hallo.
Di Indonesia, ada banyak cara menggunakan CCTV berdasarkan etika dan hukum. Menurut binus.ac.id, hunian tersebut merupakan ruang pribadi di lapangan umum.
Ruang publik kota-kota besar seringkali rawan kejahatan karena sering menjadi tempat berkumpulnya penduduk kota dari berbagai lapisan masyarakat. Pengawasan menggunakan CCTV dipandang sebagai cara untuk menciptakan keamanan yang maksimal, meskipun CCTV efektif dalam memerangi kejahatan tetapi tidak efektif dalam upaya pencegahan.
Di balik manfaatnya dari segi keamanan, video surveillance juga memunculkan persoalan tersendiri terkait hak asasi manusia atau privasi. Bagi sebagian orang, mungkin tampak tidak perlu atau meresahkan ketika setiap tugas dan gerakan menulis di CCTV.
Selain itu, survei video mudah dilakukan dengan baik untuk melakukan kejahatan, seperti membatasi. Pemerintah Indonesia menyadari perlunya mengatur penggunaan CCTV dengan menjamin hak/privasi individu.
Undang-undang ini tertuang dalam Pasal 26 UU ITE yang mengatur hak setiap orang untuk mengajukan gugatan perdata jika merasa hak pribadinya telah dilanggar. (1) Kecuali ditentukan oleh peraturan perundang-undangan, penggunaan setiap informasi dari sarana elektronik mengenai data pribadi harus dilakukan dengan persetujuan orang yang bersangkutan.
(2) Setiap orang yang haknya dilanggar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat menuntut ganti rugi berdasarkan Undang-undang ini. Dalam teknologi informasi, perlindungan “data pribadi” merupakan bagian dari hak privasi (right to privacy).
Yang dimaksud �hak pribadi� terkait pemanfaatan teknologi informasi berdasarkan penjelasan Pasal 26 UU ITE adalah sebagai berikut:
1. Hak untuk menikmati kehidupan pribadi dan bebas dari segala macam gangguan.
2. Hak untuk dapat berkomunikasi dengan orang lain tanpa tindakan memata � matai.
3. Hak untuk mengawasi akses informasi tentang kehidupan pribadi dan data seseorang.
Selain itu, Pemerintah Indonesia juga mengatur pemanfaatan CCTV dengan melakukan revisi UU ITE dewasa ini.
Hal ini dilakukan dengan tujuan agar ruang lingkup UU ITE lebih luas dalam mengatur dan menertibkan teknologi informasi dan pemanfaatannya.
Revisi tersebut tertuang dalam perubahan Undang � Undang No. 19 tahun 2016 mengenai perubahan Undang � undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Salah satu poin yang direvisi pada UU ITE ini adalah ketentuan mengenai penyadapan/intersepsi menggunakan CCTV yang dinilai terlalu luas, sebagaimana disebutkan pada pasal 31 UU ITE bahwa:
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku terhadap intersepsi atau penyadapan yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, atau institusi lainnya yang kewenangannya ditetapkan berdasarkan undang-undang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan undang-undang.
Revisi/penjelasan terkait kata penyadapan/intersepsi yang ada pada pasal 31 ayat 1 UU ITE tersebut adalah sebagai berikut:
Intersepsi atau penyadapan adalah kegiatan untuk mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan atau mencatat transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi.
Hukuman untuk pelanggaran Pasal 31 ayat 1 dan/atau 2 tersebut adalah sebagai berikut:
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
Sehingga dari penjelasan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa pengambilan gambar melalui CCTV yang tidak bersifat publik tergolong sebagai tindakan penyadapan/intersepsi.
Pengecualian terhadap intersepsi seperti yang terdapat pada Pasal 31 ayat (2) UU ITE di atas adalah intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang � undang.
Langgar UU ITE
Dikutip dari Kompas.com, tersebarnya video asusila di Indonesia itu melanggar UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 pasal 27 ayat 1.
Bunyi pasal tersebut yakni, “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.”
Untuk ancaman hukumannya yang tertuang pada Pasal 45 UU ITE adalah dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).